Meninggalnya Mbah Maridjan

Bencana Alam adalah bencana kita, bukan salah sang alam ini semua memang harus terjadi, mari kita berdo'a untuk kedamaian dan keselarasan antara Manusia dengan Tuhan, antara Manusia dengan Alam.

VIVAnews -- Nasib juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan sudah diketahui. Pria bernama asli Mas Penewu Suraksohargo ini diyakini tewas.  Anggota Tim SAR, Subur Mulyono, yang menyampaikan kabar duka ini.

Jenazah Mbah Maridjan ditemukan pukul 05.00 Waktu Indonesia Barat tadi pagi. "Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sedang sujud di dekat rumahnya," kata Subur di RS Sardjito, Yogyakarta, Rabu 27 Oktober 2010.

Saat dievakuasi, posisi Mbah Maridjan masih sujud dengan luka bakar di tubuhnya. Subur mengaku mengenali jenazah tersebut dari batik yang dikenakan jenazah.

"Karena sering ketemu, saya yakin itu Mbah Maridjan -- dari batik yang dikenakan," tambah dia. Sampai saat ini, jelas dia, proses evakuasi sedang berlangsung.

Sebelumnya , petugas Kamar Jenazah RS Sardjito Yogyakarta, mengakui pihaknya sudah menerima jasad Mbah Maridjan.

"Benar, Mbah Maridjan sudah ada di sini," kata petugas tersebut.

Soal kondisi jenazah Mbah Maridjan, dia mengaku tak berani menggambarkannya. Yang jelas, "kami menerima jenazah tersebut pukul 06.30 WIB," tambah dia.

Mbah Maridjan meninggal di rumahnya bersama belasan orang lainnya. Termasuk, rekan kami, redaktur VIVAnews, Yuniawan Nugroho yang kembali naik ke atas gunung  demi juru kunci Merapi itu turun.

Laporan: Fajar Sodiq| Yogyakarta

Mbah Maridjan memberikan contoh kepada kita tentang bagaimana sebuah tanggung jawab yang dipegang teguh selama menjalankan tugas dan pekerjaannya. Seperti petugas pemadam kebakaran yang mempertaruhkan nyawa untuk memadamkan api, begitu pula Mbah Maridjan yang rela menantang maut demi menjalankan tugasnya sebagai juru kunci Merapi. Satu sikap yang belakangan tidak mudah ditemukan dalam diri pejabat publik kita. Saat ini banyak orang yang sudah tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab yang diembannya secara amanah. Anggota DPR yang tidur saat sidang atau bahkan tidak pernah menghadiri sidang, sipir penjara yang berkolusi membebaskan narapidana, polisi yang tidak menjaga letusan senjatanya, jaksa yang menjual tuntutan demi meraih ratusan juta bahkan miliaran rupiah, hakim yang tidak menjalankan tugas undang-undang untuk menghadirkan saksi penting, dan banyak lagi contoh drama pengingkaran tanggung jawab yang dimainkan oleh pejabat publik di negeri ini.

Mbah Maridjan juga memberikan motivasi kepada kita bagaimana sebuah keberanian diperlukan untuk 'melawan' kekuatan (baca:tekanan) yang tidak sesuai dengan kebenaran yang diyakininya. Mungkin sebagian orang akan memberi label sebagai orang yang 'mbalelo, keras kepala, ngeyel, dsb'. Semua label tersebut salah besar bila dilekatkan kepada sosok Mbah Maridjan. Baginya mengungsi bukanlah jalan terbaik untuk terhindar dari bencana. Bila sebagian orang melihatnya sebagai bentuk irrasionalitas, justru sikap 'bertahan' Mbah Maridjan adalah yang paling rasional. Saat itu, sebagian besar masyarakat lereng Merapi enggan mengungsi karena khawatir akan kehilangan sumber penghidupan. Padi yang sedang mulai menguning, jagung yang mulai tampak ranum dan hewan ternak yang mulai beranak pinak adalah aset penyangga hidup mereka selama ini. Siapa yang akan menjamin aset tersebut tidak akan hilang atau dicuri orang apabila harus ditinggal mengungsi? Ini bukan soal mbalelo, keras kepala, atau ngeyel. Ini adalah soal bagaimana masyarakat Merapi harus bertahan hidup, tidak hanya dari bahaya letusan Merapi tetapi dari bahaya paceklik dan kemiskinan setelah Merapi meletus. Satu sikap yang sangat rasional bukan?

Selain itu Mbah Maridjan telah menjadi inspirasi kepada kita untuk bisa membedakan penggunaan kekuasaan pada tempatnya. Ketika itu, Ia hanya akan mau turun kalau diperintahkan oleh Raja Yogya yang memberinya tugas sebagai juru kunci. Sekalipun yang menyuruh Sri Sultan HB X, tetapi Mbah Maridjan meyakini bahwa saat itu kapasitasnya sebagai Gubernur DI Yogyakarta, sehingga ia tidak akan mengikuti himbauan tersebut karena mandatnya sebagai penjaga Merapi diperoleh dari Raja, bukan Gubernur. Sehingga dalam hal ini Mbah Maridjan sama sekali tidak merasa membangkang. Baginya ketetapan untuk tidak mengungsi dan bertahan di lereng Merapi adalah untuk membantu tugas pemerintah menyelamatkan warga. REST IN PEACE !



Share |

Ma'af, Telinga Setebal Tembok

Tak peduli bisikan, terus saja mendengar mereka walau kadang alirannya menyengat ulu hati. Mencoba untuk mengerti suara bising jalanan sekedar penawar. Mendengarnya saja kadang bikin tuli namun ulu hati ini masih cukup mampu menampung. Cukupkan saja telinga ini dari kebengkakan dengan tidak berkompromi dengan rasa, terkadang otot ini ingin naik menikam. Kau tahu suara yang membengkakan terkadang indah dengarkanla dengan rasa. Tidak pernah menarik alat ukur tukang batu ketebalan ini sudah cukup berasa, dari ujung liang hingga cuping tertipis. Mencari makna apa yang telingaku cicip, tak ada manis tak ada juga getir datar begitu saja. Mengangguk itu yang diisyaratkan telinga, derap langkah sering kali membelokan. Biarlah dan sudahlah, tak perlu direnungkan ketebalan ini adalah awal dari sesuatu yang tak pernah berujung.

Mempertanyakan Keperawanan?


Usulan tes kegadisan dikemukakan oleh Anggota DPRD Provinsi Jambi Bambang Bayu Suseno. Saat
dihubungi, Bambang menyatakan, ini merupakan
usulan pribadi untuk dibahas secara nasional. Dia berharap, jika usulan ini disetujui, akan tertuang
dalam bentuk undang-undang. "Ini usulan pribadi
saya, bukan fraksi," ujar pria dari Fraksi Amanat Nasional ini.
Bambang melanjutkan, saat ini ada kesalahan persepsi di masyarakat, yaitu bahwa setiap siswi harus menjalani tes fisik sebelum masuk sekolah untuk mengetahui dirinya masih perawan atau tidak. "Yang saya maksudkan bukan tes fisik, tapi bentuk konseling. Siswa perempuan pasti malu bercerita kepada
orang tuanya. Mereka akan lebih terbuka terbuka psikolog yang memahami jiwa anak," ujarnya. Bambang menjelaskan, sebelum masuk sekolah, setiap siswa yang diketahui tidak perawan akan mendapatkan konseling dari psikolog atau agamawan. Wacana mengenai tes kegadisan ini, menurut Bambang, merupakan hal biasa. Sejumlah institusi pendidikan seperti sekolah militer, setiap calon siswa malahan diwajibkan untuk
menjalani tes fisik kegadisan. Tes kegadisan perlu dilaksanakan pada tingkat sekolah menengah pertama, mengingat berdasarkan data saat ini terdapat 62 persen siswa perempuan di tingkat SMP tidak lagi perawan.(Kompas.com)

Saya hanya ikut berkomentar tak beda dengan tukang bakso tukang ronsok dan tukang - tukang lainnya, bahwa ini adalah kesewenang - wenangan, sekarepe dewek dan pembukaan aib orang lain secara halus sekaligus kasar. Andaikan adik - adik saya sudah enggak perawan" tapi mereka tidak menerima resiko hamil dalam hal ini mereka sebenarnya tidak mau (enggak perawan dini) namun mereka masih ingin untuk mengejar cita - citanya dengan adanya peraturan tes keperawanan sebelum masuk sekolah secara otomatis keinginan mereka terhambat, bahkan mandek. Bagaimana dengan Negara ini yang memiliki tujuan mencerdaskan bangsa, saya rasa tidak mungkin tercapai, seorang Lonte saja punya hak untuk memperoleh pendidikan".

Tentang keperawanan atau tidak perawannya seorang wainta secara fisik setahu saya selaput dara vagina robek dikarenakan berhubungan intim(melakukan sex), benda selain penis masuk tanpa sengaja (jari, pena dll) dan kecelakan aktifitas seperti jatuh dll. Untuk itu rancangan atau ide gila ini lebih banyak mudaratnya kurang tepat jika dilaksanakan. Dari pendengaran saya mendengarkan ucapan warga sekitar "ini hanya berlaku di SMA Negeri." wow ini lebih gila lagi citra sekolah swasta bisa terancam., bagaimana tidak jika ide gila salah satu anggota DPRD tempat saya bekerja ini dilakukan bakal ada istilah baru untuk dunia pendidikan bukan lagi SMAN bisa jadi SMU Virgin/ SMU Perawan 1 Kota Jambi untuk swastannya SMA Lonthe/ SMA Jablay/ SMA Tidak Perawan 1 Kota Jambi dan Om OM perayu Pejabat pejabat Cabul akan lebih suka nongkrong di SMA Negeri.

Wanita sebagai objek adalah anugrah yang sudah ditakdirkan keindahannya. Saya beruntung sebagai cowok karena tidak adanya tes keperjakaan dan tidak pernah mendengar ulasan pasti tentang tanda - tanda seorang pria tidak perjaka. Para ABG/anak gadis Under Before" yang sudah melakuakan hubungan sex sebelum menikah(masih dalam kondisi sekolah) menurut saya bukan 100% salah mereka, pendidikan moral di lingkungan keluarga, pendidikan agama, dan keterpaksaan karena ekonomi(yang ini tidak bisa jadi alasan sebenarnya) yang pasti tugas dari orang tua masing - masing untuk mendidik, jika pendidikan sex(berhubungan dengan kegadisan) sampai sekolah formal yang melakukan berarti keluarga Indonesia adalah keluarga yang gagal keluarga indonesia hanya bisa membuat anak.

Mudah - mudahan dengan adanya wacana ngacau ini kita sadar akan pentingnya pendidikan dasar di lingkungan keluarga, pendidikan horisontal dan vertikal. Dalam kasus ini sisi postifnya adalah budaya malu akan ada pada masing - masing individu.
Andaikan saja semua gadis belia bersikukuh tidak mau di ajak berhubungan sex(sebelum menikah) dengan pria pasanganya lebih susah membedakan pria yang tidak perjaka.. hehehehe  *maaf kalimat yang terakhir ini ngacau.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar:
Tes Keperawanan di Jambi Diskriminatif Gender
Alih-alih mengadakan tes keperawanan, menurut Linda lebih tepat jika tindakan preventif yang diterapkan. “Seharusnya, bagaimana membentuk moral dan karakter anak-anak itu,” kata dia.
“Di situ ada diskriminasi gender. Kenapa hanya anak perempuan yang dites? Kenapa laki-laki enggak? Padahal kan dia jadi nggak perawan juga nggak sendiri, kan?”  kata Linda di Jakarta, Selasa 28 September 2010. 
 Share |
 

Postingan Populer